Kita tentu masih ingat dengan peristiwa pembantaian 7 putra
terbaik bangsa Indonesia di Lubang Buaya yang dilakukan oleh pasukan
Cakrabirawa yang dipimpin oleh Kolonel Untung dengan didukung oleh para
simpatisan PKI yang telah dilatih kemiliteran. Ke 7 Putra terbaik bangsa
diculik, disiksa, dibunuh dan mayat mereka dibuang disebuah sumur tua yang
sempit bagai sampah yang tidak punya arti. Mengutip ucapan sang Pemimpin Besar
Revolusi, arti nyawa mereka “Bagai Riak Kecil di Tengah Samudera yang Luas”. Disini
penulis ingin mereflash kembali ingatan kita tentang peristiwa pembantaian ke 7
putra terbaik bangsa tersebut sekaligus memperkenalkan profil singkat tentang
mereka masing-masing.
Penulis ingin mengajak para pembaca untuk selalu mengingat
tentang peristiwa pembantaian para putra terbaik bangsa yang terjadi di Lubang
Buaya. Hanya satu persamaan mereka. Para perwira tersebut adalah para petinggi
di Markas Besar Angkatan Darat dan memiliki komitmen yang sama yaitu menolak
proposal yang diajukan oleh PKI untuk mempersenjatai kaum buruh dan tani yang
mereka namai sebagai angkatan ke V. Kesolidan dan ketegasan mereka dalam
menolak proposal yang diajukan PKI membawa mereka pada kematian yang sangat
tragis.

menggerakan ke 4 angkatan dalam bergerak dan itu adalah Sukarno sebagai panglima tertinggi ABRI saat itu. Sikap bangga yang ditunjukan kolonel Untung selama persidangan makin menguatkan dugaan keterlibatan Sukarno sebagai otak dari peristiwa penculikan dan pembantaian ke 7 perwira TNI AD.
Berikut adalah nama-nama para anggotan TNI dan Kepolisian
yang terlibat dan ditangkap dalam kasus penculikan dan pembantaian ke 7 perwira
TNI AD di Lubang Buaya.
- Angkatan Darat : Mayjen TNI Pranoto Reksosamudro, Brigjen TNI
Soepardjo dan Kolonel Infantri A. Latief
- Angkatan Laut : Mayor KKO
Pramuko Sudarno, Letkol Laut Ranu Sunardi dan Komodor Laut Soenardi
- Angakatan Udara : Men /
Pangau Laksyda Udara Omar Dhani, Letkol Udara Heru Atmodjo dan Mayor Udara
Sujono
Berikut adalah profil dari para
perwira yang menjadi korban di Lubang Buaya.
Jenderal TNI Anumerta AHMAD YANI,
bon June, 19th 1922, Purworejo.
Jabatan terakhir Menpangad

Berbagai prestasi pernah diraihnya pada masa perang
kemerdekaan. Ahmad Yani berhasil menyita senjata Jepang di Magelang. Setelah
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia diangkat menjadi Komandan TKR
Purwokerto. ketika Agresi Militer Pertama Belanda terjadi, pasukan Ahmad Yani yang
beroperasi di daerah Pingit berhasil menahan serangan Belanda di daerah
tersebut. Maka saat Agresi Militer Kedua Belanda terjadi, ia dipercayakan
memegang jabatan sebagai Komandan Wehrkreise II yang meliputi daerah pertahanan
Kedu. Setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan, ia diserahi tugas untuk
melawan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang membuat kekacauan di
daerah Jawa Tengah. Ketika itu dibentuk pasukan Banteng Raiders yang diberi
latihan khusus hingga pasukan DI/TII pun berhasil dikalahkan. Seusai penumpasan
DI/TII tersebut, ia kembali ke Staf Angkatan Darat.
Pada tahun 1955, Ahmad Yani disekolahkan pada Command and
General Staff College di Fort Leaven Worth, Kansas, USA selama sembilan bulan.
Pada tahun 1956, ia juga mengikuti pendidikan selama dua bulan pada Spesial
Warfare Course di Inggris. Tahun 1958 saat pemberontakan PRRI terjadi di
Sumatera Barat, Ahmad Yani yang masih berpangkat Kolonel diangkat menjadi
Komandan Komando Operasi 17 Agustus untuk memimpin penumpasan pemberontakan
PRRI dan berhasil menumpasnya. Hingga pada tahun 1962, ia diangkat menjadi
Menteri/Panglima Angkatan Darat.
. Ia menolak keinginan PKI untuk membentuk Angkatan Kelima
yang terdiri dari buruh dan tani yang dipersenjatai. Oleh karena itu, ia
menjadi salah satu target PKI yang diculik dan dibunuh. Dan pada tanggal 1
Oktober 1965 dinihari, Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani bersama enam perwira
lainnya yakni Letjen. TNI Anumerta R. Suprapto; Letjen. TNI Anumerta S. Parman;
Letjen. TNI Anumerta M.T. Haryono; Mayjen. TNI Anumerta D.I. Panjaitan; Mayjen.
TNI Anumerta Sutoyo S; dan Kapten CZI TNI Anumerta Pierre Tendean berhasil
diculik kemudian dibunuh secara membabi buta dan jenazahnya dimasukkan ke sumur
tua di daerah Lubang Buaya.
Letnan Jenderal TNI Anumerta R.
SUPRAPTO, born June 20th 1920, Purwokerto.
Jabatan terakhir adalah Deputi II Menpangad

Selama di Tentara Keamanan Rakyat (TKR), ia mencatatkan
sejarah dengan ikut menjadi salah satu yang turut dalam pertempuran di Ambarawa
melawan tentara Inggris. Ketika itu, pasukannya dipimpin langsung oleh Panglima
Besar Sudirman. Ia juga salah satu yang pernah menjadi ajudan dari Panglima
Besar tersebut. Setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan, ia sering
berpindah tugas. Pertama-tama ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Tentara dan
Teritorial (T&T) IV/ Diponegoro di Semarang. Dari Semarang ia kemudian
ditarik ke Jakarta menjadi Staf Angkatan Darat, kemudian ke Kementerian
Pertahanan. Dan setelah pemberontakan PRRI/Permesta padam, ia diangkat menjadi
Deputy Kepala Staf Angkatan Darat untuk wilayah Sumatera yang bermarkas di
Medan. Selama di Medan tugasnya sangat berat sebab harus menjaga agar pemberontakan
seperti sebelumnya tidak terulang lagi.
Pada pemberontakan yang dilancarkan oleh PKI tanggal 30
September 1965, dirinya menjadi salah satu target yang akan diculik dan
dibunuh. Dan pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari, Letjen. TNI Anumerta R. Suprapto
bersama enam perwira lainnya yakni Jend. TNI Anumerta Achmad Yani; Letjen. TNI
Anumerta S. Parman; Letjen. TNI Anumerta M.T. Haryono; Mayjen. TNI Anumerta
D.I. Panjaitan; Mayjen. TNI Anumerta Sutoyo S; dan Kapten CZI TNI Anumerta
Pierre Tendean berhasil diculik kemudian dibunuh secara membabi buta dan
jenazahnya dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang Buaya.
Letnan Jenderal TNI Anumerta MAS TIRTODARMO
HARYONO, born January 20th 1924, Surabaya.
Jabatan terakhir adalah Deputi III Menpangad.

Ketika kemerdekaan RI diproklamirkan, ia yang sedang berada
di Jakarta segera bergabung dengan pemuda lain untuk berjuang mempertahankan
kemerdekaan. Perjuangan itu sekaligus dilanjutkannya dengan masuk Tentara
Keamanan Rakyat (TKR). Awal pengangkatannya, ia memperoleh pangkat Mayor.
Selama terjadinya perang mempertahankan kemerdekaan yakni
antara tahun 1945 sampai tahun 1950, ia sering dipindahtugaskan. Pertama-tama
ia ditempatkan di Kantor Penghubung, kemudian sebagai Sekretaris Delegasi RI
dalam perundingan dengan Inggris dan Belanda. Suatu kali ia juga pernah
ditempatkan sebagai Sekretaris Dewan Pertahanan Negara dan di lain waktu
sebagai Wakil Tetap pada Kementerian Pertahanan Urusan Gencatan Senjata. Dan
ketika diselenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB), ia merupakan Sekretaris
Delegasi Militer Indonesia.
Pada pemberontakan yang dilancarkan oleh PKI tanggal 30
September 1965, dirinya menjadi salah satu target yang akan diculik dan
dibunuh. Dan pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari, Letjen. TNI Anumerta MT.
Haryono bersama enam perwira lainnya yakni Jend. TNI Anumerta Achmad Yani;
Letjen. TNI Anumerta S. Parman; Letjen. TNI Anumerta R. Suprapto; Mayjen. TNI
Anumerta D.I. Panjaitan; Mayjen. TNI Anumerta Sutoyo S; dan Kapten CZI TNI
Anumerta Pierre Tendean berhasil diculik kemudian dibunuh secara membabi buta
dan jenazahnya dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang Buaya.
Letjen. Anumerta SISWONDO PARMAN,
born Augustus 4th 1918, Wonosobo, Jawa Tengah.
Jabatan terakhir adalah Asisten I Menpangad.

Awal kariernya di militer dimulai dengan mengikuti Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) yaitu Tentara RI yang dibentuk setelah proklamasi
kemerdekaan. Pada akhir bulanDesember, tahun 1945, ia diangkat menjadi Kepala
Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta. Pada bulan Desember tahun
1949 ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya. Salah
satu keberhasilannya saat itu adalah membongkar rahasia gerakan Angkatan Perang
Ratu Adil (APRA) yang akan melakukan operasinya di Jakarta di bawah pimpinan
Westerling. Selanjutnya, pada Maret tahun 1950, ia diangkat menjadi kepala Staf
G.
Pada tahun 1964, ia diserahi tugas sebagai Asisten I
Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) dengan pangkat Mayor Jenderal.
Ketika menjabat Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) ini,
pengaruh PKI juga sedang marak di Indonesia. Partai Komunis ini merasa dekat
dengan Presiden Soekarno dan sebagian rakyat pun sudah terpengaruh. Namun
sebagai perwira intelijen, S. Parman sebelumnya sudah banyak mengetahui
kegiatan rahasia PKI. Maka ketika PKI mengusulkan agar kaum buruh dan tani
dipersenjatai atau yang disebut dengan Angkatan Kelima. Ia bersama sebagian
besar Perwira Angkatan Darat lainnya menolak usul yang mengandung maksud
tersembunyi itu. Dengan dasar itulah kemudian dirinya dimusuhi oleh PKI.
Pada pemberontakan yang dilancarkan oleh PKI tanggal 30
September 1965, dirinya menjadi salah satu target yang akan diculik dan
dibunuh. Dan pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari, Letjen. TNI Anumerta S.
Parman bersama enam perwira lainnya yakni Jend. TNI Anumerta Achmad Yani;
Letjen. TNI Anumerta MT. Haryono; Letjen. TNI Anumerta R. Suprapto; Mayjen. TNI
Anumerta D.I. Panjaitan; Mayjen. TNI Anumerta Sutoyo S; dan Kapten CZI TNI
Anumerta Pierre Tendean berhasil diculik kemudian dibunuh secara membabi buta
dan jenazahnya dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang Buaya.
Mayjen TNI Anumerta DONALD ISAC
PANJAITAN, 9th
1925,
Jabatan terakhir adalah Deputi IV Menpangad.

Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik
Indonesia (PDRI) pun berhasil diraihnya ketika Agresi Militer Belanda ke II
terjadi. Setelah Agresi Militer Belanda II berakhir, ia diangkat kembali
menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di
Medan yang selanjutnya di pindahkan ke palembang menjadi Kepala Staf T&T
II/Sriwijaya.
Setelah pulang menuntut ilmu di Amerika Serikat, Panjaitan
membongkar rahasia PKI akan pengiriman senjata dari Republik Rakyat China yang
dimasukkan ke dalam peti-peti bahan bangunan . Senjata-senjata tersebut
diperkirakan akan digunakan oleh PKI untuk melancarkan aksi pemberontakan.
Aksi Panjaitan atas pembongkaran rahasia PKI menyulut api
kemarahan dari pihak PKI. Pada tanggal 1 Oktober 1965, sekelompok anggota
Gerakan 30 September datang ke rumah Panjaitan. Ketika Panjaitan berusaha untuk
melarikan diri, ia tertembak oleh anggota PKI dan meninggal. Mayatnya dibawa
dan dibuang di Lubang BUaya. Pada tanggal 4 Oktober, mayat Panjaitan diambil
dan dimakamkan secara layak di TMP Kalibata, Jakarta. Berkat keberaniannya
membela negara, Panjaitan mendapatkan gelar Pahlawan Revolusi oleh pemerintah
Indonesia.
Mayjen TNI Anumerta SOETOYO
SISWOMIHARDJO, born Augustus 23rd 1922, Kebumen.
Jabtan terakhir Oeditur Jenderal/Inspertur Kehakiman AD
Mayjen TNI Anumerta Soetoyo menamatkan sekolah HIS di
Semarang. Lalu melanjutkan pendidikan ke AMS juga di Semarang pada tahun 1942.
setelah itu beliau mengikuti pendidikan di Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di
Jakarta. Sebelum menjadi tentara, Sutoyo
bertugas sebagai Pegawai Menengah/III di Kabupaten Purworejo.

Pada bulan Juni tahun 1946, beliau pernah menjadi ajudan Kolonel
Gatot Soebroto. Kemudian menjadi Kepala Staf CPMD Yogyakarta (1948-1949). Pada
tahun 1950 Mayor Sutoyo menjabat sebagai Komandan Batalyon I CPM dan tahun 1951
Danyon V CPM. Tahun 1954 beliau menjabat Kepala Staf Markas Besar Polisi
Militer.
Mulai tahun 1955 sebagai Pamen diperbantukan SUAD I dengan
pangkat Letkol hingga tahun 1956. Lalu pada tahun yang sama, beliau diangkat
menjadi Asisten ATMIL di London.
Setelah kembali di tanah air dan selesai mengikuti
pendidikan Kursus "C" Seskoad tahun 1960. Pada tahun 1961 naik
pangkat menjadi Kolonel dan menjabat sebagai IRKEHAD. Pada tahun 1964 dinaikan
pangkatnya menjadi Brigjen.
Sama seperti Achmad Yani, beliau juga menolak pembentukan
angkatan kelima yang terdiri dari buruh dan tani yang dilengkapi dengan
senjata.
Tanggal 1 Oktober jam 04.00 dini hari, Brigjen TNI Sutoyo
diculik dan dibunuh oleh gerombolan G 30 S/PKI. Dengan todongan bayonet, mereka
menanyakan kepada pembantu rumah untuk menyerahkan kunci pintu yang menuju
kamar tengah. Setelah pintu dibuka oleh Brigjen TNI Sutoyo, maka Pratu Suyadi
dan Praka Sumardi masuk ke dalam rumah, mereka mengatakan bahwa Brigjen TNI
Sutoyo dipanggil oleh Presiden. Kedua orang itu membawa Brigjen TNI Sutoyo ke
luar rumah sampai pintu pekarangan diserahkan pada Serda Sudibyo. Dengan diapit
oleh Serda Sudibyo dan Pratu Sumardi, Brigjen TNI Sutoyo berjalan keluar pekarangan
meninggalkan tempat untuk selanjutnya dibawa menuju Lubang Buaya, dan disana
beliau gugur karena dianiaya di luar batas-batas kemanusiaan oleh gerombolan G
30 S/PKI. Jenazahnya dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.
Jabatan terakhir adalah Ajudan Menko Hankam/ KASAB Jenderal
AH Nasution.
Beliau adalah ajudan dari Jenderal Besar DR. Abdul Harris
Nasution (Menko Hankam/Kepala Staf ABRI) pada era Soekarno. Abdul Harris
Nasution lolos dari peristiwa penculikan tetapi anaknya, Ade Irma Suryani
Nasution tewas tertembus peluru. Pierre Tendean sendiri ditangkap oleh
segerombolan penculik dan dibunuh di Lubang Buaya. Ia diculik karena dikira
adalah Jenderal Besar DR. A.H. Nasution. Pierre adalah pria blasteran Minahasa
- Perancis yang fasih berbahasa Jawa. Lulusan ATEKAD tahun 1961 ini bergabung
dengan corps Genie (sekarang corps Zeni) dan posisinya dua tahun junior di
bawah mantan Wapres Try Sutrisno.
Setelah lulus dari pendidikan militer, ia langsung
mengajukan diri untuk bergabung dengan garis depan dalam peristiwa Konfrontasi
Indonesia-Malaysia. Wajah indo-nya membuat Pierre dengan mudah bolak balik
Indonesia - Singapura sebagai intelijen untuk mengumpulkan data. Kurang lebih
Pierre berhasil melakukan infiltrasi sebanyak 6 kali, yang terakhir nyaris
membuatnya terbunuh.
Kapten Anumerta Tendean tewas dibunuh Gerombolan G30S/PKI
karena mengaku sebagai Jenderal A.H.Nasution. . Berkat keberaniannya membela
negara, Kapten TNI Anumerta Tendean mendapatkan gelar Pahlawan Revolusi oleh
pemerintah Indonesia
----000----
----000---
Ketika masih ada yang membela PKI dialah Pengkhianat bangsa harus ditangkap dan adili
BalasHapusKetika masih ada yang membela PKI dialah Pengkhianat bangsa harus ditangkap dan adili
BalasHapus